131. RUJU’ DENGAN PERBUATAN
1. Menurut Madzhab Hanafiyah: Boleh ruju’ dengan perbuatan. Adapun
perbuatan yang berarti ruju’, yaitu
seperti menggaulinya, menyentuh sesuatu dari anggota badannya dengan syahwat,
melihat farjnya dengan syahwat atau sesuatu yang khusus dilakukan bagi orang
yang telah menikah.
2. Menurut Madzhab Syafi’i: Tidak ada ruju’ dengan perbuatan seperti dengan jima’ dan muqaddimahnya, walaupun ia berniat untuk ruju’ dengan perbuatan
tersebut. Karena tidak ada suatu perbutan
yang menunjukkan ruju’ sebagaimana tidak adanya pernikahan dengan perbuatan
tersebut.
3. Menurut Madzhab Hanabilah:
ruju’ hanya dapat terjadi dengan jima’ saja, bukan dengan yang lainnya
dari muqaddimah jima’ seperti mencium
dan menyentuhnya walaupun dengan syahwat,
baik dengan niat ataupun tidak. Karena selain dari jima’ tidak
menunjukkan pada keinginan untuk meruju’nya.
4. Menurut Madzhab Malikiyah: Ruju’ dapat dilakukan dengan perbuatan yang menunjukkan ruju’. Akan tetapi harus disertai dengan niat untuk meruju’nya melalui perbuatan
tersebut. Namun ada salah satu ulama malikiyah yang berpendapat bahwa ruju’ itu sah dengan perbuatan jima’ walaupun
tanpa niat.
5. Menurut Madzhab Ja’fariyah:
sah ruju’ dengan perbuatan yang menunjukkan pada hal tersebut seperti jima’
atau muqaddimahnya jika ia melakukannya dengan syahwat seperti mencium dan menyentuhnya.
6. Menurut Madzhab Dzahiriyah:
tidak sah ruju’ dengan perbuatan seperti dengan jima’. karena tidak ada dalil
yang menunjukkan sahnya ruju’ dengan perbuatan.
7. Menurut Pendapat yang rajih:
jika jima’ dengan niat ruju’ maka diakui
rujunya karena perbuatan ini menunjukkan pada keinginan untuk ruju’. syaikh
ibnu Taimiyah berkata dalam Fatawanya: sesungguhnya jima’ yang dilakukan oleh
suami dengan niat ruju’ diakui ruju’nya dan ini riwayat dari Ahmad. ini dalah
pendapat yang paling adil dan paling mendekati kebenaran.
Pendapat yang paling rajih: muqaddimah–muqaddimah jima’ seperti mencium dan menyentuhnya dengan
syahwat diakui ruju’nya jika perbuatan-perbuatan ini berasal dari suaminya
dengan niat untuk meruju’nya atau berasal dari istrinya tetapi dengan ridha suaminya.
فَإِمْسَاكُ
بِمَعْرُوْفٍ
“tahanlah ia dengan cara yang
baik.”
-Referensi: (Al-Mufashal fi ahkamil mar’ah, jilid. 8)
No comments:
Post a Comment