Thursday, March 9, 2017

artikel

BERITA BOHONG TENTANG IBUNDA ‘AISYAH
Oleh: Hilfa Miftahul Fariha
                        Tidak Banyak orang yang mengetahui tentang berita bohong ini. Namun kita sebagai seorang muslim harus mengetahui sejarah mengenai berita bohong tersebut karena banyak pelajaran dan manfaat yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut. Meskipun peristiwa tersebut telah berlalu 1390 tahun sampai sekarang dan telah tertera dalam Al-qur’an surat An-Nuur tentang kesucian ibunda yang beriman yaitu Aisyah, namun beberapa orang-orang orientalis barat masih saja mengadakan analisis-analisis yang katanya ilmiah, yang dapat menimbulkan keraguan orang islam yang kurang iman atas kesucian istri Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam itu. maka hendaklah kita pahamkan, bahwasanya objektivitas penyelidikan tidaklah ada, sebab lebih dahulu mereka telah mendindingi diri mereka dengan tidak percaya.
                        Sebagai seorang islam kita hendak diragukan tentang Aisyah Radhiallahu’anha oleh mereka kaum orientalis itu. Dengan demikian, sekaligus kitapun telah ragu akan kebenaran wahyu yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad  Shalallahu’alaihi wasallam dan itulah yang diinginkan oleh mereka kaum orientalis. Sehingga kita harus memiliki pengetahuan mengenai berita bohong tersebut, agar kita memiliki benteng yang kuat dan tidak dapat digoyahkan oleh siapapun.

            Sebab-Sebab Turunnya Ayat

            Hadits Ifki  atau berita bohong ini telah Allah Ta’ala jelaskan dalam surat An-Nuur:11-20. Kesepuluh ayat ini seluruhnya turun berkenaan dengan ‘Aisyah, Ummul Mukminin Rhadiyallahu’anha, ketika beliau dituduh oleh ahlul ifki  dari kalangan kaum munafik dengan perkataan mereka yang dusta dan bohong yang membangkitkan kecemburuan Allah Ta’ala terhadap ‘Aisyah Radhiallahu’anha dan Rasulullah Shalalllahu’alaihi wasallam hingga Allah Ta’ala menurunkan ayat berisi pembebasannya demi menjaga kehormatan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman dalam surat An-Nuur ayat 11 :
إِنَّ الَّذِيْنَ جَآءُوْ بِالإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنْكُمْ
            " Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga.”
            Maksudnya yaitu beberapa orang dari kamu, bukan satu atau dua saja, namun banyak orang. Adapun orang yang paling berhak mendapatkan lakanat ini adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh kaum munafik. dialah yang mengumpulkan data dan mengorek-ngorek informasi tentang persoalan ini hingga merasuk kedalam benak sebagian kaum muslimin. Akhirnya mereka membicarakannya, sebagian orang bertindak lebih jauh lagi. Demikian kondisinya selama kurang lebih satu bulan hingga turunlah ayat.
            Imam Ahmad meriwayatkan dari Az-Zuhri, bahwa ia berkata: “ Telah menceritakan kepadaku Said bin Al-Musayyab, ‘Urwah bin Az-Zubair, ‘Al-Qamah bin Al-Waqqas dan ‘Ubaidullah bin Abdillah bin utbah bin Mas’ud dari hadits Aisyah, istri Nabi Shalallahu’alaihi  wasallam, ketika para penebar berita bohong melontarkan tuduhan terhadapnya lalu Allah Ta’ala menurunkan wahyu yang membebaskan dirinya dari tuduhan tersebut. Setiap perawi telah meriwayatkan kepadaku bagian-bagian tertentu darinya, sebagian perawi lebih hafal dari pada perawi yang lainnya dan lebih lengkap kisahnya. Aku telah menghafal hadits ini dari setiap perawi dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, riwayat-riwayat tersebut saling membenarkan satu sama lain. Mereka semua menyebutkan bahwa ‘Aisyah Radhiallahu‘anha, istri Nabi berkata: “ Apabila Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam hendak pergi bersafar, maka beliau akan mengundi diantara istri-istri beliau. siapa yang keluar undiannya, maka dialah yang dibawa serta oleh beliau.”
            ‘Aisyah  Radhiallahu’anha  melanjutkan kisahnya: “ Dalam suatu peperangan yang hendak beliau ikuti, beliau mengundi diantara kami, ternyata yang keluar adalah namaku. Maka aku pun keluar menyertai Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam. Peristiwa itu terjadi setelah turunnya perintah hijab. Aku dibawa diatas sekedup (tandu diatas punggung unta), aku bermalam dalam sekedup itu. Kami pun menempuh perjalanan hingga akhirnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam selesai dari peperangan itu dan bergegas hendak kembali. ketika kami hampir mendekati kota Madinah, beliau memerintahkan rombongan agar bergerak pada malam hari. ketika itu aku keluar dari sekeduku dan berjalan hingga menjauhi rombongan (untuk buahng hajat). Setelah menyelesaikan hajat aku pun kembali. Aku meraba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari akar zhafar putus dan hilang. Aku pun mencarinya hingga tertahan di tempat karena lama mencarinya. Pada sat bersamaan, rombongan kembali bergerak melanjutkan perjalanan. Mereka membawa sekedupku dan meletakkannya diatas unta yang akau tunggangi, mereka mengira aku berada didalamnya.
            Pada saat itu kaum wanita sangat ringan bobotnya, tidak berat dan tidak gemuk, mereka mencurigai berat sekedup yang bertambah ringan ketika mereka membawa dan mengangkatnya. Ketika itu aku adalah gadis yang muada belia, mereka pun mengiring unta dan berjalan. Lalu aku berhasil menemukan kalungku setelah rombongan bergerak jauh. Aku mendatangi tempat pemberhentian tadi, tidak ada seorangpun disitu. Aku mencari-cari tempatku semula disitu. Menurutku rombongan pasti mencariku.
            Ketika aku duduk menunggu ditempatku, rasa kantuk kadang menyerang sehingga akupun tertidur. Pada saat itu Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami Adz-Dzakwani berjalan dibelakang rombongan. Ia berjalan hingga sampat ketempatku. Ia melihat bayangan hitam manusia sedang tidur, ia langsung mengenalku begitu melihatku. Ia telah melihatku sebelum turunnya perintah hijab. Demi Allah Ta’ala, Ia sama sekali tidak berbicara kepadaku walaupun hanya sepotong kalimat. Aku tidak mendengar sepatah katapun darinya kecuali ucapan istirja’nya ketika ia menambatkan kendaraannya. Ia memegang kaki kendaraannya dan memepersilahkan aku naik keatasnya. Aku pun naik, kemudian ia membawaku hingga dapat menyusul rombongan setelah mereka berhenti ditengah hari yang sangat terik. binasalah orang-orang yang mengomentari peristiwaku tersebut. orang yang memiliki andil palig besar dalam penyebaran berita bohong itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
            Kami pun di Madinah. Setelah satu bulan tiba di Madinah aku jatuh sakit. Sementara orang-orang ramai membicarakan tuduhan Ahlul ifki, sedang aku sama sekali tidak mengetahuinya. Sebenarnya aku telah merasakan kecurigaan saat aku sakit, aku tidak lagi merasakan kelembutan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam yang biasa kuterima saat sakit. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam hanya datang menemuiku, mengucapkan salam kemudian berkata: “ Bagaimana kabarmu?” Itulah yang membuatku curiga dan aku belum merasakan keburukannya hingga pada suatu ketika aku sudah merasa sehat aku keluar bersama Ummu Misthah ke Al-Manashi’, yaitu tempat kami buang hajat. Biasanya kami ketempat itu hanya pada malam hari. Saat itu kami belum membuat tempat buang hajat didekat rumah. Kami masih melakukan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Arab terdahulu, yaitu buang hajat dipadang pasir. kami merasa terganggu dengan tempat buang hajat yang berada di dekat rumah.
            Aku pun berangkat bersama Ummu Misthah, dia adalah putri Abu Rahm bin Muththalib bin Abdi Manaf, Ibunya adalah putri Shakhr bin Amir, bibi dari Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiallahu’anhu. Putranya bernama Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Abdul Muththalib. Akupun kembali kerumah bersama Ummu Mistahh putri Abu Rahm setelah selesai buang hajat. Ummu Mistah tiba-tiba mencela dari balik kerudung, ia berkata: ‘merugilah Misthah!’ Sungguh buruk perkataanmu, apakah engkau mencela seorang laki-laki yang telah mengikuti peperangan Badar? kataku. “duhai engkau ini, belumkah engkau mendengar apa yang dikatakannya?” kata Ummu Misthah. “ Memang apa yang telah dikatakannya?” Selidikku. Lalu ia pun menceritakan tuduhan Ahlul ifki terhadap diriku. Mendengar ceritanya itu, sakitku bertambah parah dari yang sebelumnya.
            Ketika aku sampai dirumah, Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam datang dan mengucapkan salam kemudian berkata: “ Bagaimana kabarnu?” Aku berkata kepadan beliau: “ Bolehkah aku pergi untuk menemui kedua orang tuaku?”
            Aku ingin mengecek kebenaran berita tersebut dari kedua orang tuaku. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam memberiku izin, maka aku pun segera menemui kedua orang tuaku. aku berkata kepada ibuku: “ Wahai ibunda, mengapa orang-orang membicarakannya?” Ibuku berkata: “ Wahai putriku, sabarlah. Demi Allah Ta’ala, jarang sekali seorang wanita cantik yang dicintai suaminya dan dimadu melainkan madu-madunya itu pasti banyak menggunjingkan dirinya.” Subhanallah, berarti orang-orang telah membicarakannya!” seruku.
             malam itu aku terus menangis hingga pagi, air mataku terus mengalir tanpa henti. Aku tidak bisa tidur dan terus menangis sampai pagi.
            Kemudian Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid ketika wahyu terputus. beliau meminta pendapat mereka berdua tentang masalah perceraian dengaku. Adapun Usamah bin Zaid mengusulkan kepada beliau agar menangguhkan kepada beliau agar menagguhkannya karena ia mengetahui bersihnya istri beliau dari tuduhan tersebut dan juga karena ia tahu bagaimana kecintaan mereka kepada beliau. Usamah berkata: “ Wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, kami tidak mengetahui tentang keluargamu, melainkan kebaikan.”
            Adapun Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “ wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, janganlah engkau dibuat sedih karenannya, masih banyak wanita-wanita lain selain dia. tanyakan saja kepada budak wanitanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
            maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam pun memanggil Barirah dan bertanya: “ Hai Barirah, apakah engkau melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri Aisyah?” Barirah berkata: “ Demi Allah yang telah mengutusmudengan membawa kebenaran, aku tidak pernah melihat sesuatu yang tercela darinya, hanya saja saja ia adalah seorang gadis belia yang pernah ketiduran saat menjaga adonan roti milik keluarganya, lalu datanglah kambing memakannya.”
            Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bangkit dan meminta pembelaan dari tuduhan Abdullah bin Ubay bin salul. Beliau berkata diatas mimbar: “ Siapakah yang sudi membelaku dari tuduhan seorang laki-laki yang telah menyakiti keluarga ku? demi Allah, aku tidak mengetahui tentang keluargaku kecuali kebaikan. Dan mereka juga menuduh seorang laki-laki yang sepanjang pengetahuanku adalah baik-baik, ia tidaklah datang menemui keluargaku kecuali bersamaku.”
            Maka, bangkitlah Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari dan berkata: “ Aku akan membelamu wahai rasulullah, jika orang itu berasal dari suku Aus, maka akan kami penggal kepalanya, jika orang itu bersal dari saudara kami suku Khazraj, silahkan perintahkan kami untuk melakukan tindakan terhadapnya.”
            Bangkitlah Sa’ad bin Ubadah, ia adalah pemimpin suku Khazraj, ia adalah seorang laki-laki shalih, akan tetapi saat itu sentimennya bangkit, ia berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz: “ “ Engkau dusta, Demi Allah Ta’ala, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak  akan sanggup membunuhnya, kalaulah orang itu dari sukumu tentu engkau tidak akan mau ia bunuh.”
            Bangkitlah Usaid bin Hudhair Radhiallahu’anhu, ia adalah keponakan Sa’ad bin berkata kepada Sa’ad bin Ubadah: “ Engkaulah yang berdusta, Demi Allah Ta’ala, kami akan membunuhya, engkau munafik dan membela seorang munafik.”
            Maka, ributlah kedua suku Aus dan   Khazraj hingga nyaris terjadi baku hantam, sementara Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, berada diatas mimbar. Beliau berusaha menenangkan mereka hingga akhirnya mereka diam dan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam pun diam.
            Hari itu aku terus menangis, air mataku berlinang dan aku tidak bisa tidur. Kedua orang tuaku mengkhawatirkan tangisanku itu dapat membelah jantungku.
            ketika keduanya duduk disisiku sementara aku terus menangis, tiba-tiba datanglah seorang wanita anshar. Aku izinkan ia masuk, ia duduk menangis bersamaku, ketika kami dalam keadaan demikian, tiba-tiba Rasulullah Sahalallahu’alaihi wasallam datang  dan beliau mengucapkan salam kemudian duduk. Beliau belum pernah duduk bersamaku semenjak tuduhan terhadap diriku mencuat kepermukaan. sudah sebulan lamanya wahyu belum turun kepada beliau tentang kasus yang menimpaku. Beliau mengucapkan tasyahud, kemudian berkata: “ Ammaa ba’du, hai ‘Aisyah, telah sampai kepadaku berita begini dan brgitu tentang dirimu. jika engkau tidak bersalah, maka Allah Ta’ala pasti menurunkan wahyu yang membebaskan dirimu dari tuduhan. Namun, jika engkau telah melakukan perbuatan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah Ta’ala dan bertaubatlah. Sesungguhnya apabila seorang seorang hamba mengakui dosanya lalu bertaubat, niscaya Allah Ta’ala akan menerima taubatnya.”
            Setelah beliau mengutarakan hal itu, air mataku berhenti hingga tidak menetes pun mengalir. Aku berkata kepada ayahku: “ jawablah perkataan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam!” Ia berkata: “Demi Allah Ta’ala, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam.”
            Aku berkata kepada ibuku: “ jawablah perkataan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam!” Ibuku berkata: “ Demi Allah Ta’ala, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam.”
            Aku hanya seorang gadis yang masih belia, aku tidak banyak membaca Al-qur’an. Demi Allah Ta’ala, sungguh aku tahu bahwa kalian telah mendengar ceritanya hingga merasuk kedalam jiwa kalian dan kalian membenarkannya.Aku tidak bersalah, kalaulah aku katakan kepada kalian bahwa aku tidak bersalah, Allah  Ta’ala Maha Tahu bahwa aku tidak bersalah, tentu kalian tidak akan mempercayaiku.
            Kemudian, akupun pergi kepembaringanku. Demi Allah Ta’ala, aku yakin diriku tidak bersalah dan Allah Ta’ala akan menurunkan wahyu untuk pembebasan diriku. Hingga Akhirnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam berkata: “ Sambutlah kabar gembira, hai ‘Aisyah, Allah Ta’ala telah menurunkan wahyu yang membebaskan dirimu.”
             Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, dari ‘Asiyah Radhiyallahu’anha, bahwa ia berkata: “ Setelah ayat yang berisi tentang pembebasan diriku turun, Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bangkit dan menyampaikannya serta membcanya. ketika turun perintah pelaksanaan hukuman terhadap dua orang laki-laki dan seorang wanita, merekapun melaksanakan hukuman tersebut.” Riwayat ini dikeluarkan oleh penulis kitab Sunnan yang empat.
            Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan nama-nama mereka yang dihukum, yaitu Hassan bin Tsabit, Mitshah bin Utsatsah dan Hamnah binti Jahsy, Wallahua’lam
            Setiap orang yang berbicara tentang masalah ini dan menuduh Ummul Mukminin dengan tuduhan keji, berhak mendapatkan balasan berupa adzab yang besar. menurut mayoritas ulama bahwa orang yang dimaksud adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, semoga Allah Ta’ala memburukkan dirinya dan melaknatnya. Dialah yang memulai tuduhan tersebut. Demikian dikatakan oleh mujahid dan ulama lainnya. Adapula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Hassan bin Tsabit, namun pendapat ini sangat asing.
Penjelasan Dari Peristiwa Hadits Ifki
                                    sewaktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminat berprasangka terhadap diri mereka sendiri, sebagian dari mereka mempunyai prasangka terhadap sebagian yang lain (dengan sangkaan yang baik, dan mengapa tidak berkata, “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata) dan jelas bohongnya. Di dalam ayat ini terkandung ungkapan iltifat dari orang-orang yang diajak bicara. Maksudnya, mengapa kalian hai golongan orang-orang yang menuduh, mempunyai dugaan seperti itu dan berani mengatakan hal itu.
                                    Golongan yang menuduh itu maksudnya orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi–saksi mereka itulah orang-orang yang berdusta. Sekiranya tidak akan ada karunia Allah Ta’ala dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian akan ditimpa azab yang besar diakhirat, karena pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. Diwaktu kalian menerima berita bohong itu sebagian diantara kalian menceritakannya kepada sebagian yang lain, dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga, dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja (bukan dosa) padahal disisi Allah Ta’ala adalah besar dosanya. Ketika kalian mendengar berita bohong itu, kalian tidak mengatakan,   “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita berkata dusta ini.”
                        Allah Ta’ala melarang kalian agar jangan kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kalian orang-orang yang beriman yang mau mengambil pelajaran dari hal tersebut.dalam hal ini Allah Ta’ala lebih mengetahui tentang apa yang dilarang dan apa yang diperintahkan dalam hal ini. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dengan menisbatkan perbuatan keji itu kepada mereka, yang dimaksud adalah segolongan dari kaum mukmin, mereka akan mendapat hukuman hudud karena menuduh berzina, dan diakhirat Allah Ta’ala akan memasukkan kalian kedalam neraka. dan Allah Ta’ala Maha Mengetahui ketiadaan perbuatan keji itu dari kalangan mereka sedangkan golongan orang–orang yang melancarkan berita bohong, terhadap apa yang kalian katakan itu tentang adanya perbuatan keji dikalangan orang-orang yang beriman. Jika bukan karena karuniaNya, rahmatNya, Maha Penyantunnya Allah Ta’ala, dan Maha Penyayangnya Allah  Ta’ala kepada kalian,  (orang-orang yang menuduh), Niscaya Allah Ta’ala akan menyegerakan hukumanNya kepada kalian.
                                    Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan sesungguhnya  setan itu yakni yang diikutinya itu selalu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan yang mungkar menurut Syari’at, yaitu jika perbuatan itu diikuti, sekiranya tidaklah karena karunia Allah Ta’ala dan RahmatNya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian bersih wahai orang-orang yang menuduh, disebabkan berita bohong yang kalian katakan itu selama-lamanya tidak akan menjadi baik dan tidak akan menjadi bersih dari dosa ini hanya denga bertaubat dari padanya tetapi Allah Ta’ala membersihkan dan mensucikan siapa yang dikehendakiNya dari dosa, yaitu dengan menerima taubatnya. Allah Maha Mendengar tentang apa yang telah kalian katakan dan Maha Mengetahui tentang apa yang kalian maksud.
                        Janganlah orang-orang kaya dan lapang diantara kalian, bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijab pada jalan Allah Ta’ala, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu  ia bersumpah tidak akan memberikan nafkah lagi kepada Misthah saudara sepupunya yang iskin lagi seorang muhajir, padahal Misthah adalah sahabt yang ikut dalam perang badar. Misthah terlibat dalam peristiwa berita bohong  ini, maka sahabat Abu Bakar menghentikan nafkah yang biasa ia berikan kepadanya. Para sahabat lainnya telah bersumpah pula, bahwa mereka juga tidak akan memberikan nafkah lagi kepada seorang yang terlibat membicarakan masalah berita bohong tersebut dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada terhadap mereka yang terlibat, dengan mengembalikan keadaan seperti semula. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah  Ta’ala mengampuni kalian? dan Allah Ta’ala adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap orang-orang yang beriman. sahabat Abu Bakar berkata sesudah turunnya ayat ini, “ Tentu saja, aku menginginkan supaya Allah Ta’ala mengampuni aku,” lalu ia memberikan lagi bantuannya kepada Misthah sebagaimana biasanya.
Ayat penutup pembebasa Aisyah dari tuduhan nista
                         Ayat selanjutnya yaitu ayat 23-26 merupakan ayat yang menjelaskan  pernyataan Allah Ta’ala tentang pembebasan terhadap ‘Aisyah Radhiallahu’anha. Sesungguhnya Orang-orang yang menuduh berzina wanita-wanita yang baik atau yang terpelihara kehormatannya yang mereka lengah dari perbuatan-perbuatan keji, seumpamanya dalam hati mereka tidak sedikit pun terbetik niat untuk melakukannya lagi beriman kepada Allah Ta’ala dan RasulNya, mereka akan terkena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar.
                                    Pada hari yang telah ditetapkan bagi mereka yang memberi kesaksian, yaitu lidah, tangan dan kaki mereka atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan berupa perbuatan dan perkataan yang telah mereka kerjakan, yaitu pada hari kiamat.
                                    Dan dihari akhir kelak Allah Ta’ala akan membayar kontan segala  perbuatan yang dilakukan itu, akan mendapat balasan yang benar. Pada waktu itulah kelak mereka akan mengetahui Allah Ta’ala sebagai kebenaran dan Allah Ta’ala sebagai kenyataan.
                        Perkaya-perkara yang kotor adalah dari orang-orang  yang kotor dan orang-orang yang kotor adalah untuk perkara-perkara yang kotor. Sedangkan perkara yang baik adalah dari orang  baik-baik, dan orang-orang baik menimbulkan perkara yang baik pula. Adapun orang-orang yang kena tuduhan itu bersihlah mereka dari apa yang diperkarakan orang-orang itu. Untuk mereka adalah ampunan dan rizki yang mulia.
                        Adapun pada ayat 26 inilah penutup ayat wahyu yang membersihkan ‘Aisyah Radhiallahu’anha istri Nabi dari tuduhan hina nista itu. Didalam ayat tersebut diberikan pedoman hidup bagi setiap orang yang beriman. tuduhan nista adalah perbuatan yang  amat kotor dan hanya akan timbul dari orang yang kotor pula. Memang orang-orang yang kotorlah yang menimbulkan perbuatan kotor. Adapun perkara yang baik adalah hasil dari orang-orang yang baik pula, dan memanglah orang baik yang sanggup menciptakan yang baik.
                                    Orang yang kotor adalah orang yang berimn dan kosong dari dalamnya sehingga dipenuhi dengan penyakit-penyakit hati, dengki, dendanm, benci dan sebagainya. Sedangkan orang yang baik adalah orang yang selalu berjuang untuk menghasilkan yang baik. dan yang lebih hebat lagi adalah  saat perjuangan diganggu oleh orang yang berjiwa kotor, berhati kotor, berniat kotor , supaya turun kebawah, ketempat yang kotor juga.
                        Diakhir ayat 26 Allah menutup perkara tuduhan ini dengan ucapan putus, yaitu bahwa sekalian orang yang difitnah itu adalah bersih dari segala atuduhan, mereka tidak bersalah sama sekali. Adapun sipenuduh yang hanya terbawa-bawa diberi ampun oleh Allah Ta’ala atas dosanya, setelah yang patut menjalani hukuman telah menjalaninya. Dan rizki serta kehidupan orang-orang yang terkena tuduhan akan diberi ganda oleh Allah Ta’ala
Kesimpulan
                        Dari kejadian tuduhan berat kepada keluarga Rasulullah  Shalallahu’alaihi wasallam ini kita mendapatkan peringatan yang penting dan harus menjadi pegangan teguh bagi setiap masyarakat orang mukmin. Disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 6,
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوْا أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْيِحُوْا عَلى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
                        “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, hendaklah selidik terlebih dahulu, supaya kamu jangan mengambil suatu sikap terhadap suatu kaum dengan pengetahuan yang tidak cukup, yang kelak kamu menyesal atas apa yang telah kamu kerjakan itu.”
                        Inilah pedoman orang yang beriman dan inilah pegangan orang yang berbudi baik. kalau kiranya diterima kabar buruk, selidik terlebih dahulu sipembawa kabar, orang fasikkah atau orang adilkah. setelah itu selidik terlebih dahulu kabar itu sendiri, bertapa kebenarannya , hingga masyarakat jangan smpai dikacaukan oleh fitnahnya tukang fitnah, atau perkara kotor dari orang yang kotor.

            sumber:
             prof DR. Hamka, tafsir al-azhar jild 6
             Dr. Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, tafsir ibnu katsir jild 6

                         

No comments:

Post a Comment