HADITS DO'IF
A. Macam-Macam Tingkatan Dhoif
Setelah kita mengetahui hadits-hadits dhoif, maka
kita dapat menyimpulkan bahwa tingkatan
hadits yang paling dhoif adalah hadits matruk dan mathruh. Tingkatan
kedhoifan hadits ditentukan dengan status kedoifan perawi tersebut.
Sebagaimana dalam hadits shahih terdapat istilah
ash-shahul asanid,begitu pula dalam hadits dhaif, juga terdapat istilah auhal
asanid. Auhal asanid ini adalah lawan kata dari ash-shahul asanid. Dalam hadits
shahih juga terdapat istilah salsilah adz-dzahab,oleh karena itu dalam hadits dhaif juga terdapat istilah
silsilah al-kadzab.
·
Auhal asanid >< ash-shahul asanid
·
Silsilah al-kadzab>< silsilah adz-dzahab
Adapunyang termasuk auhal asanid adalah:
1)
Shadaqoh bin Musa dari Farqod As-Subhi dari Marrah
Ath-Thayyib dari Abi Bakar.
2)
Muhammad bin Fais Al-Mashlub dari Ubaidillah bin
Zahra bin Ali dari Al-Qasim dari Abi Umamah
3)
Muhammad bin Marwan dari Al-Kalbi dari Abi Shalih
dari Abi Abbas. Mereka termasuk dalam silsilah Al-Kadzab atau perawi-perawi
yang paling tinggi tingkat kedhaifannya.
B.
Kapan Hadits Dhaif Bisa Kuatkan Dengan Cara-Cara
Tertentu
Sebab-sebab yang menjadikan sebuah hadits menjadi
dhaif terbagi menjadi dua sebab yaitu:
a)
Disebabkan karena masalah keadilan perawinya.
Jika yang bermasalah adalah keadilan perawinya,
seperti fasik, dusta, jahil perawinya ataupun ia adalah pelaku bid’ah yang
menuju pada kekafiran. Maka hadits tersebut tidak bisa diangkat menjadi hadits
yang ;ebih tinggi lagi dan tidak bisa
dijadikan sebagai hujjah.
b)
Disebabkan karena masalah hafalan dan kedhabitan
perawinya.
Jika yang bermasalah adalah hafalan dan kedhabitan
perawinya, maka derajatnya bisa diangkat menjadi hadits hasan dan bisa
dijadikan hujjah dengan cara yang telah ditetapkan
Oleh karena itu, kapan hadits dhaif daPat
dikuatkan dengan cara-cara yang telah ditentukan? Maka jawabannya adalah ketika
yang bermasalah adalah hafalan dan kedhabitan perawinya.
C.
Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah
mengamalkan hadits dhaif. Perbedaan pendapat dalam mengamalkan hadits dhaif ini
terbagi menjadi tiga madzhab.
a.
Madzhab petama
Tidak boleh mengamalkan hadits dhaif secara mutlaq. Baik dalam masalah
keutamaannya ataupun dalam masalah hukum. Madzhab ini adalah madzhab Ibn Hazm.
b.
Madzhab kedua
Boleh mengamalkannya secara mutlaq jika tidak ditemukan hadits yang shahih
atau hasan. Pendapat ini disandarkan kepada Imam Ahmad dan murid beliau Abu
Dawud.[1]
c.
Madzhab ketiga
Boleh mengamalkan hanya dalam
masalah keutamaan dan pelajaran yang terkandung didalam hadits tersebut, namun
dengan beberapa syarat.Adapun syarat-syaratnya adalah:
1.
Kedhaifannya tidak mencapai syadid
2.
Hadits tersebut pada asalnya boleh diamalkan.bukan
syariat yang mengacu pada hadits, namun hadits yang mengacu pada syariat.
3.
Ketika mengamalkannya, ia tidak meyakini hal
tersebut sebagai sebuah ketetapan. Namun hanya sebagai bentuk kehatihatian.
Dalam masalah ini penulis berpendapat bahwa
madzhab yang pertama adalah madzhab yang paling aman dibandingkan dengan yang
lain.
D.
Bagaiman Cara Meriwayatkan Hadits Dhaif
Hadits dhaif terbagi menjadi dua yaitu hadits dhaif tanpa sanad dan hadits
dhaif dengan sanad.
1.
Hadits dhaif tanpa sanad
Hadits dhaif tanpa sanad ini
hendaknya tidak menggunakan shigoh yang jazm, seperti
قل رسول الله tetapi
hendaklah menggunakan shigoh yang syak seperti فما يروي أو نقل أو روي
2. Hadits dhaif dengan sanad
Hadits
dhaif dengan sanad terbagi menjadi dua yaitu:
·
Jika membacakannya didepan
ulama, maka tidak dimakruhkan membacanya dengan menggunakan shigah yang jazm
·
Jika membacakannya didepan
umum, maka makruh membacanya dengan menggunakan shigoh jazm dan hendaklah
menggunakan shigoh tamrid.