Monday, April 25, 2016

WANITA BERCADAR VS LGBT





Oleh: Hilfa Miftahul Fariha*
Semakin hari, semakin menjadi. Komunitas LGBT kini sudah mulai berani menyuarakan tuntutannya yang ingin diakui keberadaannya dan dihargai dimasyarakat. Mereka melakukan demo dimana-mana, menuntut keadilan dengan mengatas namakan Hak Asasi Manusia. Kita sebagai seorang muslim tentu saja geram. Pasalnya, perilaku mereka adalah perilaku yang mengundang adzab Allah SWT. Oleh karena itu, tidak mungkin kita membiarkan hal tersebut terjadi.
            Saat ini media sedang diramaikan dengan sebuah surat yang dibuat oleh seorang wanita bercadar yang bernama Sheren Chamila Fahmi di akun facebook pribadinya untuk komunitas LGBT, menanggapi tentang keluhan mereka yang katanya mereka selalu mendapatkan diskriminasi dari masyarakat. Kemudian, tak lama setelah surat tersebut tersebar di media, surat tersebut ditanggapi oleh seorang gay, hingga terjadilah perang argumen diantara mereka.
Surat dari wanita bercadar untuk LGBT
            Saya adalah seorang mahasiswi dan bercadar dalam keseharian saya. Mungkin saya adalah salah satu muslimah bercadar yang beruntung dibandingkan dengan teman-teman saya. Banyak teman-teman saya yang bercadar mendapat pertentangan dari orang tuanya, dari mulai pakaiannya digunting-gunting, dibakar dan sebagainya. Itu baru keluarga yang paling dekat, bagaimana sekeluarga besar? Itu baru diskriminasi dari pihak keluarga, belum dari pihak masyarakat.
Dimasyarakat sendiri, kami pun sering mendapatkan perlakuan diskriminatif. Dipandang secara sinis, dicaci, dimaki, dikata-katai, dipermalukan didepan umum dan sebagainya. Diantara diskriminasi yang kami dapatkan yaitu:
1.      Ketika saya berada di Rumah Sakit disalah satu kawasan di Yogyakarta, ada seorang bapak yang mencaci saya dengan mengatakan “Dasar Setan” dengan intonasi dan nada penuh kebencian.
2.      Bulan lalu saya diteriaki oleh seorang sales disebuah pusat perbelanjaan “WOI ISIS”. Saya juga pernah diteriaki “TERORIS” ketika sedang berjalan ditengah keramaian Malioboro.
3.      Ketika saya sedang naik Commuter Line, saya malah dijadikan bahan ancaman oleh seorang ibu-ibu untuk menakut-nakuti anaknya agar anaknya diam, “Kalau kamu gak mau diam, Ibu kasih kamu ke dia.” Memangnya saya semenyeramkan itu?
4.      Ketika di bandara, saya diperiksa dengan pemeriksaan super ketat yang itu TIDAK DILAKUKAN KEPADA CALON PENUMPANG PESAWAT LAINNYA. Ketika masuk Mall tas saya diperiksa padahal pengunjung yang lain tidak.
5.      Saya juga pernah dikatai oleh seorang waria di Sunmor UGM, “Iii.. ada Mbak Ninja.” Kaum kalian teriak-teriak tidak mau didiskriminasi tapi malah mendiskriminasi orang lain.
Dan satu lagi, jika kalian tidak diterima di negeri ini. Kalian masih bisa keluar negeri karena di luar negeri khususnya Negeri Barat masih menerima kalian. Berbeda dengan kami. Kami tetap menjadi bahan bully baik dalam negeri maupun luar negeri.
 Jelas, apa yang kami dapatkan itu adalah bentuk-bentuk diskriminasi. Tapi apakah ada yang dengan gigih membela kami dari kalangan aktivis HAM? Mengapa justru membela sesuatu yang jelas-jelas menyimpang seperti LGBT?

Surat dari seorang gay untuk wanita bercadar
“Saya mencoba menghormati surat terbuka (yang saya anggap itu sebagai surat cinta) dari ukhti kepada kami LGBT. Sekarang, saya merasa punya sedikit suara untuk memberikan tanggapan atas apa yang ukhti galaukan.
  1. Surat Terbuka dari muslimah bercadar untuk LGBT justru membuat saya bersyukur, karena surat tersebut menunjukan bahwa negeri ini butuh untuk mulai belajar tentang keberagaman dan kesetaraan. Kesetaraan untuk mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara.
  2. Saya kira ukhti terlalu banyak belajar tentang Ideologi Islam dari kacamata ukhti, dibanding belajar tentang kebudayaan di Indonesia. Konsep Islam Nusantara bukan kebudayaan Amerika, justru itu adalah budaya asli Indonesia yang menghargai keberagaman seksualitas, jauh sebelum cadar dianggap sebagai ideologi yang wajib diikuti.
  3.  Saya tidak ingin “memamerkan” bagaimana perlakuan kelompok-kelompok seperti ukhti yang menganggap kami jauh lebih nista dari binatang. Seolah-olah mereka jauh lebih mulia dihadapan Allah swt. dibandingkan kami, hanya karena tidak mau membuka diri atas perbedaan. Apakah kami protes? Apa yang bisa kami lakukan?  Ditengah masyarakat yang panik dan menganggap picik hanya karena kami ingin saling berbagi cerita, melakukan kegiatan positif hanya untuk sekadar dicap lebih baik sedikit saja di masyarakat.
  4. Ditengah kepungan orang-orang yang menganggap kami nista, yang mengaggap kami berada di luar garis kodrat dan fitrah kami, ditengah segala ketakutan yang menganggap kami menular dan mengaggap kami pendosa. Apa yang bisa kami lakukan selain betapa banyaknya dari kami yang pada akhirnya ketakutan untuk diketahui identitasnya dan tidak bebas untuk mengekspresikan identitasnya.
Penutup
Berdasarkan surat diatas, dapat kita bandingkan bahwa diskriminasi kaum wanita bercadar jauh lebih berat dibandingkan dengan diskriminasi yang diterima oleh LGBT. Namun, dalam surat yang mereka tulis, mereka tidak mau menerima, mereka tetap membela diri mereka, mereka tetap menganggap bsahwa diri mereka benar, dan mereka tetap memperjuangkan agar mereka bisa diakui di masyarakat dengan mengatas namakan Hak Asasi Manusia. Tapi, selamanya kebathilan itu tidak akan pernah menang. Penyakit selamanya akan tetap menjadi penyakit. Walau dihias seindah apapun, penyakit tetap penyakit.
Seharusnya mereka menyadari bahwa diskriminasi masyarakat terhadap mereka adalah demi kebaikan mereka, agar mereka bisa kembali pada orientasi seksual yang normal. Pernahkah kalian melihat seekor kambing jantan kawin dengan jantan? Tidak pernah bukan? Hal ini menunjukkan bahwa perilaku LGBT lebih buruk dari pada binatang. Karena binatang pun tidak ada yang melakukan hal seperti itu.
LGBT adalah sebuah penyimpangan, penyakit, ancaman dan menular. Menurut kaum LGBT, masyarakat telah berbuat jahat jika masyarakat melanggar hak mereka. Namun, betapa lebih jahatnya masyarakat, jika hanya membiarkan saja. Karena sebenarnya LGBT bisa disembuhkan jika mereka mau melawan penyakit itu dan mau berubah untuk kembali normal, bukan malah dipelihara dan dikembangbiakkan. Mari kita selamatkan moral bangsa!! Katakan TIDAK untuk LGBT.!!!


*Mahasantri Hidayaturrahman, Semt. II Pilang Masaran Sragen.

No comments:

Post a Comment