205. bolehkah istri cerai dari suami yang
mafqud (Hanabilah)
Al-Mufashal fi Ahkamil Mar’ah, 8/445-447 8740-8747
madzhab Hanbilah membedakan antara dua
keadaan. Keadaan pertama: hilangnya
suami dalam keadaan bahaya (kemungkinan kembalinya sangat kecil). Keadaan
kedua: hilangnya suami, dalam keadaan selamat (baik-baik saja)
kemungkinan kembalinya lebih besar.
a. keadaan pertama
Hilangnya suami menjadikan sang istri berada
dalam bahaya , seperti orang yang hilang dari keluarganya pada malam hari atau
siang hari atau keluar kemasjid untuk shalat dan ia tidak kembali atau pergi
kesuatu tempat untuk menunaikan kebutuhannya
ia tidak kembali dan tidak ada kabar, atau ia hilang ditempat yang membahayakna, atau ia hilang diantara dua
kelompok dalam peperangan yang berkecamuk didalamnya pembunuhan, dibunuh kaum
dari dua arah, maka dalam keadaan ini sang istri menunggu seLma 4 tahun
kemudian dilanjutkan dengan iddah karena wafat selama 4 bulan sepuluh hari jika
ia merdeka, dan setengah jika ia seorang budak,
hujjah dari perkataan ini adalah bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab
pernah melakukan hal tersebut.
b. keadaan kedua
Hilangnya suami dalam keadaan kemungkinan
suami selamat, seperti perjalanan berdagang, menuntut ilmu, dan jalan-jalan,
maka sang istri menunggu hingga dalam perkiraannya sang suami telah wafat
dari sejak setelah kepergiannya. masa
lamanya disempurnakan selama 90 tahun
dari hari kelahirannya.
·
Apakah disyaratkan adanya keputusan hakim
untuk masa penantian istri hingga terjadinya perceraian.
Menurut
Hanabilah tidak disyaratkan adanya keputusan hakim.
·
Dimulainya masa penantian
dalam salah satu dari dua riwayat dalam madzhab
Hanabilah, dimulainya masa penantian (4 tahun) dari sejak penetapan hakim.
karena terdapat perbedaan waktu didalmya, maka perceraianpun harus dengan
keputusan hakim. Dalam riwayata kedua, dimulainya masa penantian dari sejak
hilangnya kabar suami.
·
Pendapat yang rajih menurut Hanbilah: adalah
riwayat pertamadalam madzhab Hanbilah yaitu bahwa dimulainya masa penantian
dari sejak penetapan hakim untuk menentukan perkara-perkara dan hukum-hukum.
·
Apakah perceraiannya Faskh atau talak?
Perceraian karena suami hilang menurut Hanbilah adalah
perceraian Faskh akad nikah dan bukan perceraian talak. Karena mereka tidak
mensyaratkan dalam penetapan perceraiannya adanya keputusan hakim dan wali
suami yang hilang tidak mentalaknya setelah masa iddahnya.
·
Nafkah istri dari suami yang hilang
Ia masih mendapatkan nafkah selama ia dalam masa
penantian dan masa iddah.karena masa penantian belum dihukumi dengan talak
ba’in.