Saturday, March 24, 2018


205. bolehkah istri cerai dari suami yang mafqud (Hanabilah)
Al-Mufashal fi Ahkamil Mar’ah, 8/445-447  8740-8747
madzhab Hanbilah membedakan antara dua keadaan. Keadaan pertama:  hilangnya suami dalam keadaan bahaya (kemungkinan kembalinya sangat kecil). Keadaan kedua:  hilangnya suami,  dalam keadaan selamat (baik-baik saja) kemungkinan kembalinya lebih besar.
a.       keadaan pertama
Hilangnya suami menjadikan sang istri berada dalam bahaya , seperti orang yang hilang dari keluarganya pada malam hari atau siang hari atau keluar kemasjid untuk shalat dan ia tidak kembali atau pergi kesuatu tempat untuk menunaikan kebutuhannya  ia tidak kembali dan tidak ada kabar, atau ia hilang ditempat yang  membahayakna, atau ia hilang diantara dua kelompok dalam peperangan yang berkecamuk didalamnya pembunuhan, dibunuh kaum dari dua arah, maka dalam keadaan ini sang istri menunggu seLma 4 tahun kemudian dilanjutkan dengan iddah karena wafat selama 4 bulan sepuluh hari jika ia merdeka, dan setengah jika ia seorang budak,  hujjah dari perkataan ini adalah bahwa sesungguhnya Umar bin Khattab pernah melakukan hal tersebut.
b.      keadaan kedua
Hilangnya suami dalam keadaan kemungkinan suami selamat, seperti perjalanan berdagang, menuntut ilmu, dan jalan-jalan, maka sang istri menunggu hingga dalam perkiraannya sang suami telah wafat dari  sejak setelah kepergiannya. masa lamanya disempurnakan selama 90  tahun dari hari kelahirannya.
·        Apakah disyaratkan adanya keputusan hakim untuk masa penantian istri hingga terjadinya perceraian.
                        Menurut Hanabilah tidak disyaratkan adanya keputusan hakim.
·        Dimulainya masa penantian
dalam salah satu dari dua riwayat dalam madzhab Hanabilah, dimulainya masa penantian (4 tahun) dari sejak penetapan hakim. karena terdapat perbedaan waktu didalmya, maka perceraianpun harus dengan keputusan hakim. Dalam riwayata kedua, dimulainya masa penantian dari sejak hilangnya kabar suami.
·        Pendapat yang rajih menurut Hanbilah: adalah riwayat pertamadalam madzhab Hanbilah yaitu bahwa dimulainya masa penantian dari sejak penetapan hakim untuk menentukan perkara-perkara dan hukum-hukum.
·        Apakah perceraiannya Faskh atau talak?
Perceraian karena suami hilang menurut Hanbilah adalah perceraian Faskh akad nikah dan bukan perceraian talak. Karena mereka tidak mensyaratkan dalam penetapan perceraiannya adanya keputusan hakim dan wali suami yang hilang tidak mentalaknya setelah masa iddahnya.
·        Nafkah istri dari suami yang hilang
Ia masih mendapatkan nafkah selama ia dalam masa penantian dan masa iddah.karena masa penantian belum dihukumi dengan talak ba’in.