BERITA BOHONG TENTANG IBUNDA ‘AISYAH
Oleh: Hilfa Miftahul Fariha
Tidak
Banyak orang yang mengetahui tentang berita bohong ini. Namun kita sebagai
seorang muslim harus mengetahui sejarah mengenai berita bohong tersebut karena
banyak pelajaran dan manfaat yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut. Meskipun
peristiwa tersebut telah berlalu 1390 tahun sampai sekarang dan telah tertera
dalam Al-qur’an surat An-Nuur tentang kesucian ibunda yang beriman yaitu
Aisyah, namun beberapa orang-orang orientalis barat masih saja mengadakan
analisis-analisis yang katanya ilmiah, yang dapat menimbulkan keraguan orang
islam yang kurang iman atas kesucian istri Rasulullah Shalallahu’alaihi
wasallam itu. maka hendaklah kita pahamkan, bahwasanya objektivitas penyelidikan
tidaklah ada, sebab lebih dahulu mereka telah mendindingi diri mereka dengan
tidak percaya.
Sebagai
seorang islam kita hendak diragukan tentang Aisyah Radhiallahu’anha oleh mereka
kaum orientalis itu. Dengan demikian, sekaligus kitapun telah ragu akan
kebenaran wahyu yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam dan itulah
yang diinginkan oleh mereka kaum orientalis. Sehingga kita harus memiliki
pengetahuan mengenai berita bohong tersebut, agar kita memiliki benteng yang
kuat dan tidak dapat digoyahkan oleh siapapun.
Sebab-Sebab Turunnya Ayat
Hadits
Ifki atau berita bohong ini telah
Allah Ta’ala jelaskan dalam surat An-Nuur:11-20. Kesepuluh ayat ini
seluruhnya turun berkenaan dengan ‘Aisyah, Ummul Mukminin Rhadiyallahu’anha,
ketika beliau dituduh oleh ahlul ifki
dari kalangan kaum munafik dengan perkataan mereka yang dusta dan bohong
yang membangkitkan kecemburuan Allah Ta’ala terhadap ‘Aisyah Radhiallahu’anha
dan Rasulullah Shalalllahu’alaihi wasallam hingga Allah Ta’ala
menurunkan ayat berisi pembebasannya demi menjaga kehormatan Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman dalam surat
An-Nuur ayat 11 :
إِنَّ الَّذِيْنَ جَآءُوْ بِالإِفْكِ
عُصْبَةٌ مِّنْكُمْ
" Sesungguhnya
orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golonganmu juga.”
Maksudnya yaitu beberapa orang dari
kamu, bukan satu atau dua saja, namun banyak orang. Adapun orang yang paling
berhak mendapatkan lakanat ini adalah ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh kaum
munafik. dialah yang mengumpulkan data dan mengorek-ngorek informasi tentang
persoalan ini hingga merasuk kedalam benak sebagian kaum muslimin. Akhirnya
mereka membicarakannya, sebagian orang bertindak lebih jauh lagi. Demikian
kondisinya selama kurang lebih satu bulan hingga turunlah ayat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Az-Zuhri,
bahwa ia berkata: “ Telah menceritakan kepadaku Said bin Al-Musayyab, ‘Urwah
bin Az-Zubair, ‘Al-Qamah bin Al-Waqqas dan ‘Ubaidullah bin Abdillah bin utbah
bin Mas’ud dari hadits Aisyah, istri Nabi Shalallahu’alaihi wasallam, ketika para penebar berita
bohong melontarkan tuduhan terhadapnya lalu Allah Ta’ala menurunkan
wahyu yang membebaskan dirinya dari tuduhan tersebut. Setiap perawi telah
meriwayatkan kepadaku bagian-bagian tertentu darinya, sebagian perawi lebih
hafal dari pada perawi yang lainnya dan lebih lengkap kisahnya. Aku telah menghafal
hadits ini dari setiap perawi dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha,
riwayat-riwayat tersebut saling membenarkan satu sama lain. Mereka semua
menyebutkan bahwa ‘Aisyah Radhiallahu‘anha, istri Nabi berkata: “
Apabila Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam hendak pergi bersafar,
maka beliau akan mengundi diantara istri-istri beliau. siapa yang keluar
undiannya, maka dialah yang dibawa serta oleh beliau.”
‘Aisyah Radhiallahu’anha melanjutkan kisahnya: “ Dalam suatu
peperangan yang hendak beliau ikuti, beliau mengundi diantara kami, ternyata
yang keluar adalah namaku. Maka aku pun keluar menyertai Rasulullah Shalallahu’alaihi
wasallam. Peristiwa itu terjadi setelah turunnya perintah hijab. Aku dibawa
diatas sekedup (tandu diatas punggung unta), aku bermalam dalam sekedup itu.
Kami pun menempuh perjalanan hingga akhirnya Rasulullah Shalallahu’alaihi
wasallam selesai dari peperangan itu dan bergegas hendak kembali. ketika
kami hampir mendekati kota Madinah, beliau memerintahkan rombongan agar
bergerak pada malam hari. ketika itu aku keluar dari sekeduku dan berjalan
hingga menjauhi rombongan (untuk buahng hajat). Setelah menyelesaikan hajat aku
pun kembali. Aku meraba dadaku, ternyata kalungku yang terbuat dari akar zhafar
putus dan hilang. Aku pun mencarinya hingga tertahan di tempat karena lama
mencarinya. Pada sat bersamaan, rombongan kembali bergerak melanjutkan
perjalanan. Mereka membawa sekedupku dan meletakkannya diatas unta yang akau
tunggangi, mereka mengira aku berada didalamnya.
Pada saat itu kaum wanita sangat
ringan bobotnya, tidak berat dan tidak gemuk, mereka mencurigai berat sekedup
yang bertambah ringan ketika mereka membawa dan mengangkatnya. Ketika itu aku
adalah gadis yang muada belia, mereka pun mengiring unta dan berjalan. Lalu aku
berhasil menemukan kalungku setelah rombongan bergerak jauh. Aku mendatangi
tempat pemberhentian tadi, tidak ada seorangpun disitu. Aku mencari-cari
tempatku semula disitu. Menurutku rombongan pasti mencariku.
Ketika aku duduk menunggu
ditempatku, rasa kantuk kadang menyerang sehingga akupun tertidur. Pada saat
itu Shafwan bin Al-Muaththal As-Sulami Adz-Dzakwani berjalan dibelakang
rombongan. Ia berjalan hingga sampat ketempatku. Ia melihat bayangan hitam manusia
sedang tidur, ia langsung mengenalku begitu melihatku. Ia telah melihatku
sebelum turunnya perintah hijab. Demi Allah Ta’ala, Ia sama sekali tidak
berbicara kepadaku walaupun hanya sepotong kalimat. Aku tidak mendengar sepatah
katapun darinya kecuali ucapan istirja’nya ketika ia menambatkan
kendaraannya. Ia memegang kaki kendaraannya dan memepersilahkan aku naik
keatasnya. Aku pun naik, kemudian ia membawaku hingga dapat menyusul rombongan
setelah mereka berhenti ditengah hari yang sangat terik. binasalah orang-orang
yang mengomentari peristiwaku tersebut. orang yang memiliki andil palig besar
dalam penyebaran berita bohong itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul.
Kami pun di Madinah. Setelah satu
bulan tiba di Madinah aku jatuh sakit. Sementara orang-orang ramai membicarakan
tuduhan Ahlul ifki, sedang aku sama sekali tidak mengetahuinya.
Sebenarnya aku telah merasakan kecurigaan saat aku sakit, aku tidak lagi merasakan
kelembutan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam yang biasa kuterima
saat sakit. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam hanya datang
menemuiku, mengucapkan salam kemudian berkata: “ Bagaimana kabarmu?” Itulah
yang membuatku curiga dan aku belum merasakan keburukannya hingga pada suatu
ketika aku sudah merasa sehat aku keluar bersama Ummu Misthah ke Al-Manashi’,
yaitu tempat kami buang hajat. Biasanya kami ketempat itu hanya pada malam
hari. Saat itu kami belum membuat tempat buang hajat didekat rumah. Kami masih
melakukan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang Arab terdahulu, yaitu buang
hajat dipadang pasir. kami merasa terganggu dengan tempat buang hajat yang
berada di dekat rumah.
Aku pun berangkat bersama Ummu
Misthah, dia adalah putri Abu Rahm bin Muththalib bin Abdi Manaf, Ibunya adalah
putri Shakhr bin Amir, bibi dari Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiallahu’anhu.
Putranya bernama Misthah bin Utsatsah bin Abbad bin Abdul Muththalib. Akupun
kembali kerumah bersama Ummu Mistahh putri Abu Rahm setelah selesai buang
hajat. Ummu Mistah tiba-tiba mencela dari balik kerudung, ia berkata:
‘merugilah Misthah!’ Sungguh buruk perkataanmu, apakah engkau mencela seorang
laki-laki yang telah mengikuti peperangan Badar? kataku. “duhai engkau ini,
belumkah engkau mendengar apa yang dikatakannya?” kata Ummu Misthah. “ Memang
apa yang telah dikatakannya?” Selidikku. Lalu ia pun menceritakan tuduhan Ahlul
ifki terhadap diriku. Mendengar ceritanya itu, sakitku bertambah parah dari
yang sebelumnya.
Ketika aku sampai dirumah,
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam datang dan mengucapkan salam
kemudian berkata: “ Bagaimana kabarnu?” Aku berkata kepadan beliau: “ Bolehkah
aku pergi untuk menemui kedua orang tuaku?”
Aku ingin mengecek kebenaran berita
tersebut dari kedua orang tuaku. Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam
memberiku izin, maka aku pun segera menemui kedua orang tuaku. aku berkata
kepada ibuku: “ Wahai ibunda, mengapa orang-orang membicarakannya?” Ibuku
berkata: “ Wahai putriku, sabarlah. Demi Allah Ta’ala, jarang sekali
seorang wanita cantik yang dicintai suaminya dan dimadu melainkan madu-madunya
itu pasti banyak menggunjingkan dirinya.” Subhanallah, berarti
orang-orang telah membicarakannya!” seruku.
malam itu aku terus menangis hingga pagi, air
mataku terus mengalir tanpa henti. Aku tidak bisa tidur dan terus menangis
sampai pagi.
Kemudian
Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah
bin Zaid ketika wahyu terputus. beliau meminta pendapat mereka berdua tentang
masalah perceraian dengaku. Adapun Usamah bin Zaid mengusulkan kepada beliau
agar menangguhkan kepada beliau agar menagguhkannya karena ia mengetahui
bersihnya istri beliau dari tuduhan tersebut dan juga karena ia tahu bagaimana
kecintaan mereka kepada beliau. Usamah berkata: “ Wahai Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam, kami tidak mengetahui tentang keluargamu, melainkan
kebaikan.”
Adapun Ali bin Abi Thalib, ia
berkata: “ wahai Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, janganlah engkau dibuat
sedih karenannya, masih banyak wanita-wanita lain selain dia. tanyakan saja
kepada budak wanitanya, niscaya ia akan membenarkanmu.
maka Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam pun memanggil Barirah dan bertanya: “ Hai Barirah, apakah engkau
melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri Aisyah?” Barirah berkata: “ Demi
Allah yang telah mengutusmudengan membawa kebenaran, aku tidak pernah melihat
sesuatu yang tercela darinya, hanya saja saja ia adalah seorang gadis belia
yang pernah ketiduran saat menjaga adonan roti milik keluarganya, lalu
datanglah kambing memakannya.”
Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam bangkit dan meminta pembelaan dari tuduhan Abdullah bin Ubay bin
salul. Beliau berkata diatas mimbar: “ Siapakah yang sudi membelaku dari
tuduhan seorang laki-laki yang telah menyakiti keluarga ku? demi Allah, aku
tidak mengetahui tentang keluargaku kecuali kebaikan. Dan mereka juga menuduh
seorang laki-laki yang sepanjang pengetahuanku adalah baik-baik, ia tidaklah
datang menemui keluargaku kecuali bersamaku.”
Maka, bangkitlah Sa’ad bin Mu’adz al-Anshari
dan berkata: “ Aku akan membelamu wahai rasulullah, jika orang itu berasal dari
suku Aus, maka akan kami penggal kepalanya, jika orang itu bersal dari saudara
kami suku Khazraj, silahkan perintahkan kami untuk melakukan tindakan
terhadapnya.”
Bangkitlah Sa’ad bin Ubadah, ia
adalah pemimpin suku Khazraj, ia adalah seorang laki-laki shalih, akan tetapi
saat itu sentimennya bangkit, ia berkata kepada Sa’ad bin Mu’adz: “ “ Engkau
dusta, Demi Allah Ta’ala, engkau tidak akan membunuhnya dan tidak akan sanggup membunuhnya, kalaulah orang itu
dari sukumu tentu engkau tidak akan mau ia bunuh.”
Bangkitlah Usaid bin Hudhair Radhiallahu’anhu,
ia adalah keponakan Sa’ad bin berkata kepada Sa’ad bin Ubadah: “ Engkaulah yang
berdusta, Demi Allah Ta’ala, kami akan membunuhya, engkau munafik dan
membela seorang munafik.”
Maka, ributlah kedua suku Aus
dan Khazraj hingga nyaris terjadi baku
hantam, sementara Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam, berada diatas
mimbar. Beliau berusaha menenangkan mereka hingga akhirnya mereka diam dan Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam pun diam.
Hari itu aku terus menangis, air
mataku berlinang dan aku tidak bisa tidur. Kedua orang tuaku mengkhawatirkan
tangisanku itu dapat membelah jantungku.
ketika keduanya duduk disisiku
sementara aku terus menangis, tiba-tiba datanglah seorang wanita anshar. Aku
izinkan ia masuk, ia duduk menangis bersamaku, ketika kami dalam keadaan
demikian, tiba-tiba Rasulullah Sahalallahu’alaihi wasallam datang dan beliau mengucapkan salam kemudian duduk.
Beliau belum pernah duduk bersamaku semenjak tuduhan terhadap diriku mencuat kepermukaan.
sudah sebulan lamanya wahyu belum turun kepada beliau tentang kasus yang
menimpaku. Beliau mengucapkan tasyahud, kemudian berkata: “ Ammaa ba’du,
hai ‘Aisyah, telah sampai kepadaku berita begini dan brgitu tentang dirimu.
jika engkau tidak bersalah, maka Allah Ta’ala pasti menurunkan wahyu
yang membebaskan dirimu dari tuduhan. Namun, jika engkau telah melakukan
perbuatan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah Ta’ala dan
bertaubatlah. Sesungguhnya apabila seorang seorang hamba mengakui dosanya lalu
bertaubat, niscaya Allah Ta’ala akan menerima taubatnya.”
Setelah beliau mengutarakan hal itu,
air mataku berhenti hingga tidak menetes pun mengalir. Aku berkata kepada
ayahku: “ jawablah perkataan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam!” Ia
berkata: “Demi Allah Ta’ala, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam.”
Aku berkata kepada ibuku: “ jawablah
perkataan Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam!” Ibuku berkata: “ Demi
Allah Ta’ala, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Rasulullah Shalallahu’alaihi
wasallam.”
Aku hanya seorang gadis yang masih
belia, aku tidak banyak membaca Al-qur’an. Demi Allah Ta’ala, sungguh
aku tahu bahwa kalian telah mendengar ceritanya hingga merasuk kedalam jiwa kalian
dan kalian membenarkannya.Aku tidak bersalah, kalaulah aku katakan kepada
kalian bahwa aku tidak bersalah, Allah Ta’ala
Maha Tahu bahwa aku tidak bersalah, tentu kalian tidak akan mempercayaiku.
Kemudian, akupun pergi
kepembaringanku. Demi Allah Ta’ala, aku yakin diriku tidak bersalah dan
Allah Ta’ala akan menurunkan wahyu untuk pembebasan diriku. Hingga
Akhirnya Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam berkata: “ Sambutlah
kabar gembira, hai ‘Aisyah, Allah Ta’ala telah menurunkan wahyu yang
membebaskan dirimu.”
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya, dari ‘Asiyah
Radhiyallahu’anha, bahwa ia berkata: “ Setelah ayat yang berisi tentang
pembebasan diriku turun, Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam bangkit
dan menyampaikannya serta membcanya. ketika turun perintah pelaksanaan hukuman
terhadap dua orang laki-laki dan seorang wanita, merekapun melaksanakan hukuman
tersebut.” Riwayat ini dikeluarkan oleh penulis kitab Sunnan yang empat.
Dalam riwayat Abu Dawud disebutkan
nama-nama mereka yang dihukum, yaitu Hassan bin Tsabit, Mitshah bin Utsatsah
dan Hamnah binti Jahsy, Wallahua’lam
Setiap orang yang berbicara tentang
masalah ini dan menuduh Ummul Mukminin dengan tuduhan keji, berhak mendapatkan
balasan berupa adzab yang besar. menurut mayoritas ulama bahwa orang yang
dimaksud adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, semoga Allah Ta’ala
memburukkan dirinya dan melaknatnya. Dialah yang memulai tuduhan tersebut.
Demikian dikatakan oleh mujahid dan ulama lainnya. Adapula yang mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah Hassan bin Tsabit, namun pendapat ini sangat asing.
Penjelasan Dari
Peristiwa Hadits Ifki
sewaktu
kalian mendengar berita bohong itu orang-orang mukmin dan mukminat berprasangka
terhadap diri mereka sendiri, sebagian dari mereka mempunyai prasangka terhadap
sebagian yang lain (dengan sangkaan yang baik, dan mengapa tidak berkata, “Ini
adalah suatu berita bohong yang nyata) dan jelas bohongnya. Di dalam ayat ini
terkandung ungkapan iltifat dari orang-orang yang diajak bicara. Maksudnya,
mengapa kalian hai golongan orang-orang yang menuduh, mempunyai dugaan seperti
itu dan berani mengatakan hal itu.
Golongan yang menuduh
itu maksudnya orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu. Oleh karena mereka
tidak mendatangkan saksi–saksi mereka itulah orang-orang yang berdusta. Sekiranya
tidak akan ada karunia Allah Ta’ala dan rahmatNya kepada kamu semua di dunia
dan di akhirat, niscaya kalian akan ditimpa azab yang besar diakhirat, karena
pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. Diwaktu kalian menerima berita
bohong itu sebagian diantara kalian menceritakannya kepada sebagian yang lain, dan
kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikit juga,
dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja (bukan dosa) padahal disisi
Allah Ta’ala adalah besar dosanya. Ketika kalian mendengar berita bohong
itu, kalian tidak mengatakan, “Sekali-kali
tidaklah pantas bagi kita berkata dusta ini.”
Allah
Ta’ala melarang kalian agar jangan kembali memperbuat yang seperti itu
selama-lamanya, jika kalian orang-orang yang beriman yang mau mengambil
pelajaran dari hal tersebut.dalam hal ini Allah Ta’ala lebih mengetahui
tentang apa yang dilarang dan apa yang diperintahkan dalam hal ini. Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dengan menisbatkan perbuatan keji itu kepada mereka, yang
dimaksud adalah segolongan dari kaum mukmin, mereka akan mendapat hukuman hudud
karena menuduh berzina, dan diakhirat Allah Ta’ala akan memasukkan
kalian kedalam neraka. dan Allah Ta’ala Maha Mengetahui ketiadaan
perbuatan keji itu dari kalangan mereka sedangkan golongan orang–orang yang
melancarkan berita bohong, terhadap apa yang kalian katakan itu tentang adanya
perbuatan keji dikalangan orang-orang yang beriman. Jika bukan karena
karuniaNya, rahmatNya, Maha Penyantunnya Allah Ta’ala, dan Maha Penyayangnya
Allah Ta’ala kepada kalian, (orang-orang yang menuduh), Niscaya Allah Ta’ala
akan menyegerakan hukumanNya kepada kalian.
Hai orang-orang yang
beriman! Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang
mengikuti langkah-langkah setan sesungguhnya
setan itu yakni yang diikutinya itu selalu menyuruh mengerjakan
perbuatan keji dan yang mungkar menurut Syari’at, yaitu jika perbuatan itu
diikuti, sekiranya tidaklah karena karunia Allah Ta’ala dan RahmatNya
kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kalian bersih wahai
orang-orang yang menuduh, disebabkan berita bohong yang kalian katakan itu
selama-lamanya tidak akan menjadi baik dan tidak akan menjadi bersih dari dosa
ini hanya denga bertaubat dari padanya tetapi Allah Ta’ala membersihkan
dan mensucikan siapa yang dikehendakiNya dari dosa, yaitu dengan menerima
taubatnya. Allah Maha Mendengar tentang apa yang telah kalian katakan dan Maha
Mengetahui tentang apa yang kalian maksud.
Janganlah orang-orang kaya dan
lapang diantara kalian, bahwa mereka tidak akan memberi bantuan kepada kaum
kerabatnya, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijab pada jalan
Allah Ta’ala, ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Abu Bakar Radhiallahu
‘anhu ia bersumpah tidak akan
memberikan nafkah lagi kepada Misthah saudara sepupunya yang iskin lagi seorang
muhajir, padahal Misthah adalah sahabt yang ikut dalam perang badar. Misthah
terlibat dalam peristiwa berita bohong
ini, maka sahabat Abu Bakar menghentikan nafkah yang biasa ia berikan
kepadanya. Para sahabat lainnya telah bersumpah pula, bahwa mereka juga tidak
akan memberikan nafkah lagi kepada seorang yang terlibat membicarakan masalah
berita bohong tersebut dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada
terhadap mereka yang terlibat, dengan mengembalikan keadaan seperti semula.
Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah Ta’ala
mengampuni kalian? dan Allah Ta’ala adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang terhadap orang-orang yang beriman. sahabat Abu Bakar berkata sesudah
turunnya ayat ini, “ Tentu saja, aku menginginkan supaya Allah Ta’ala
mengampuni aku,” lalu ia memberikan lagi bantuannya kepada Misthah sebagaimana
biasanya.
Ayat penutup pembebasa Aisyah dari tuduhan
nista
Ayat
selanjutnya yaitu ayat 23-26 merupakan ayat yang menjelaskan pernyataan Allah Ta’ala tentang
pembebasan terhadap ‘Aisyah Radhiallahu’anha. Sesungguhnya Orang-orang
yang menuduh berzina wanita-wanita yang baik atau yang terpelihara
kehormatannya yang mereka lengah dari perbuatan-perbuatan keji, seumpamanya
dalam hati mereka tidak sedikit pun terbetik niat untuk melakukannya lagi
beriman kepada Allah Ta’ala dan RasulNya, mereka akan terkena laknat di dunia
dan di akhirat, dan bagi mereka adzab yang besar.
Pada hari yang telah
ditetapkan bagi mereka yang memberi kesaksian, yaitu lidah, tangan dan kaki
mereka atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan berupa perbuatan
dan perkataan yang telah mereka kerjakan, yaitu pada hari kiamat.
Dan
dihari akhir kelak Allah Ta’ala akan membayar kontan segala perbuatan yang dilakukan itu, akan mendapat
balasan yang benar. Pada waktu itulah kelak mereka akan mengetahui Allah Ta’ala
sebagai kebenaran dan Allah Ta’ala sebagai kenyataan.
Perkaya-perkara yang kotor adalah
dari orang-orang yang kotor dan
orang-orang yang kotor adalah untuk perkara-perkara yang kotor. Sedangkan
perkara yang baik adalah dari orang
baik-baik, dan orang-orang baik menimbulkan perkara yang baik pula.
Adapun orang-orang yang kena tuduhan itu bersihlah mereka dari apa yang
diperkarakan orang-orang itu. Untuk mereka adalah ampunan dan rizki yang mulia.
Adapun pada ayat 26 inilah penutup
ayat wahyu yang membersihkan ‘Aisyah Radhiallahu’anha istri Nabi dari
tuduhan hina nista itu. Didalam ayat tersebut diberikan pedoman hidup bagi
setiap orang yang beriman. tuduhan nista adalah perbuatan yang amat kotor dan hanya akan timbul dari orang
yang kotor pula. Memang orang-orang yang kotorlah yang menimbulkan perbuatan
kotor. Adapun perkara yang baik adalah hasil dari orang-orang yang baik pula,
dan memanglah orang baik yang sanggup menciptakan yang baik.
Orang yang kotor adalah
orang yang berimn dan kosong dari dalamnya sehingga dipenuhi dengan
penyakit-penyakit hati, dengki, dendanm, benci dan sebagainya. Sedangkan orang
yang baik adalah orang yang selalu berjuang untuk menghasilkan yang baik. dan
yang lebih hebat lagi adalah saat
perjuangan diganggu oleh orang yang berjiwa kotor, berhati kotor, berniat kotor
, supaya turun kebawah, ketempat yang kotor juga.
Diakhir ayat 26 Allah menutup
perkara tuduhan ini dengan ucapan putus, yaitu bahwa sekalian orang yang
difitnah itu adalah bersih dari segala atuduhan, mereka tidak bersalah sama
sekali. Adapun sipenuduh yang hanya terbawa-bawa diberi ampun oleh Allah Ta’ala
atas dosanya, setelah yang patut menjalani hukuman telah menjalaninya. Dan
rizki serta kehidupan orang-orang yang terkena tuduhan akan diberi ganda oleh Allah
Ta’ala.
Kesimpulan
Dari
kejadian tuduhan berat kepada keluarga Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam ini kita
mendapatkan peringatan yang penting dan harus menjadi pegangan teguh bagi
setiap masyarakat orang mukmin. Disebutkan dalam surat Al-Hujurat ayat 6,
يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوْا
أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْيِحُوْا عَلى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“ Wahai orang-orang yang
beriman! Apabila datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita,
hendaklah selidik terlebih dahulu, supaya kamu jangan mengambil suatu sikap
terhadap suatu kaum dengan pengetahuan yang tidak cukup, yang kelak kamu
menyesal atas apa yang telah kamu kerjakan itu.”
Inilah
pedoman orang yang beriman dan inilah pegangan orang yang berbudi baik. kalau
kiranya diterima kabar buruk, selidik terlebih dahulu sipembawa kabar, orang
fasikkah atau orang adilkah. setelah itu selidik terlebih dahulu kabar itu
sendiri, bertapa kebenarannya , hingga masyarakat jangan smpai dikacaukan oleh
fitnahnya tukang fitnah, atau perkara kotor dari orang yang kotor.
sumber:
prof DR. Hamka, tafsir al-azhar jild 6
Dr. Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, tafsir ibnu
katsir jild 6