Wednesday, November 2, 2016

fiqih muslimah

BERCAK DARAH YANG KELUAR SEBELUM MELAHIRKAN, APAKAH DIHUKUMI SEBAGAI DARAH NIFAS?

Oleh: Hilfa Miftahul Fariha

            Banyak ibu hamil yang mengalami flek atau bercak darah, baik berwarna hitam atau  merah yang keluar dari vagina sebelum melahirkan, yang terkadang bercak darah tersebut tidak sampai mengotori celana dalam. Mereka mengalami kebingungan mengenai hukum bercak darah tersebut, apakah dihukumi darah nifas, atau bukan? Karena  hal ini juga berpengaruh terhadap kewajiban shalat, puasa dan lain-lain. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui tentang hukum bercak darah tersebut. Sehinnga kita tidak salah dalam mengambil tindakan, terutama dalam masalah ibadah seperti shalat, puasa dan yang lainnya.
Pengertian nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan karena melahirkan atau setelah melahirkan.  Darah yang keluar sebelum melahirkan , namun disertai dengan tanda-tanda kelahiran kemudian diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya disebut juga sebagai darah nifas.
Hukum
 Para Ulama fiqih telah mengatakan dengan jelas bahwa bercak darah yang keluar dari wanita hamil sebelum persalinan adalah darah rusak (darah penyakit) dan bukan darah nifas, dengan demikian wanita tersebut tidak dikenakan hukum nifas.  
Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, yang disebabkan karena perbedaan mereka dalam memahami makna nifas itu sendiri.  Landasan pendapat para ahli fiqih ini adalah tanda kejadian yang telah biasa terjadi, atau menggunakan kebiasaan dan tanda-tanda dari kelahiran tersebut. Karena tidak ada nash yang menjelaskan secara khusus mengenai hal ini.
Sebagaimana dalam sebuah kaidah fiqih disebutkan:
العادة محكمة
“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai sandaran hukum.”
Begitupun dalam hal ini, bercak darah tersebut dihukumi sebagai darah nifas jika waktunya sudah mendekati kelahiran dan disertai dengan tanda-tanda melahirkan seperti kontraksi, pembukaan atau rasa sakit. Namun jika tidak, maka bercak darah tersebut tidak dihukumi sebagai darah nifas, melainkan darah rusak (darah penyakit).
Oleh karena itu, jika bercak darah tersebut keluar tanpa diikuti oleh proses melahirkan yang sebenarnya, maka darah tersebut dihukumi sebagai darah yang rusak. Namun, jika bercak darah yang keluar sebelum melahirkan tersebut kemudian disertai rasa sakit dan diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya, maka bercak darah tersebut dihukumi sebagai darah nifas.    
Pengaruhnya Dalam Shalat dan Puasa
Wanita hamil yang keluar bercak darah yang tidak bersambung dengan proses melahirkan, hendaklah ia membersihkan darah tersebut dan wudhu ketika hendak melakukan shalat dan ia boleh berpuasa, boleh membaca Al-Qur’an dan ibadah lainnya sebagaimana biasanya. Karena pada asalnya ibadah adalah sebuah kewajiban yang harus dikerjakan secara yakin dan tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan keyakinan juga, Yaitu benar-benar melahirkan. Jika ia menyangka bahwa bercak tersebut adalah darah nifas, namun  ternyata tidak diikuti kelahiran. Maka ia wajib mengganti shalat yang ia tinggalkan pada hari lain setelah ia melahirkan dan selesai dari masa nifas.
Seperti telah dijelaskan diatas, bercak darah yang keluar sebelum melahirkan dan tidak diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya atau ia keguguran, maka darah tersebut dihukumi sebagai darah rusak atau istihadah. Sehingga ia tetap harus melaksanakan ibadah sebagaimana wanita yang suci pada umumnya.  Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits:
حديث عائشة  رضي الله عنها  (أن فاطمة بنت أبي حبيش قالت : (يا رسول الله ني أستحاض فلا أطهر أفأدع الصلاة ؟ قال : (لا . إن ذلك عرق ، ولكن دعي الصلاة قدر الأيام التي كنت تحيضين فيها ثم اغتسلي
(رواه البخاري)
Artinya: Dari Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaish berkata: Wahai Rasulullah aku mengalami istihadah dan aku belum bersuci, apakah aku boleh meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, darah istihadoh itu darah dari otot. Tinggalkan shalat pada hari-hari kamu biasanya mengalami haid, setelah itu mandilah dan lakukan shalat. (HR Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bahwa orang yang mengalami istihadah tidak boleh meninggalkan shalat. Begitupun dengan wanita yang mengeluarkan darah sebelum melahirkan dan tanpa diikuti proses melahirkan yang sebenarnya, maka tetap harus melaksanakan shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Adapun jika ia meninggalkannya karena ia mengira bahwa darah tersebut adalah darah nifas namun ternyata tidak diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya, maka hendaklah ia menggantinya pada hari ketika ia telah selesai masa nifas.

REFRENSI:
§  Fiqih Wanita, Dr. Ali bin Said Al-Ghamidi, hlm. 273
§  Al-Mughni, Ibnu Qudamah, hlm. 591
§  Fatwa-Fatwa  Tentang Wanita, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, jld. 1, hlm. 82

§  Mugni Muhtaj, Imam Abi Zakariya bin Syaraf An-Nawawi, jld. 1, hlm. 158 

No comments:

Post a Comment