BERCAK DARAH YANG KELUAR SEBELUM MELAHIRKAN, APAKAH DIHUKUMI SEBAGAI DARAH
NIFAS?
Oleh: Hilfa Miftahul Fariha
Oleh: Hilfa Miftahul Fariha
Banyak
ibu hamil yang mengalami flek atau bercak darah, baik berwarna hitam atau merah yang keluar dari vagina sebelum
melahirkan, yang terkadang bercak darah tersebut tidak sampai mengotori celana
dalam. Mereka mengalami kebingungan mengenai hukum bercak darah tersebut,
apakah dihukumi darah nifas, atau bukan? Karena hal ini juga berpengaruh terhadap kewajiban
shalat, puasa dan lain-lain. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk
mengetahui tentang hukum bercak darah tersebut. Sehinnga kita tidak salah dalam
mengambil tindakan, terutama dalam masalah ibadah seperti shalat, puasa dan
yang lainnya.
Pengertian
nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan karena melahirkan
atau setelah melahirkan. Darah yang
keluar sebelum melahirkan , namun disertai dengan tanda-tanda kelahiran
kemudian diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya disebut juga sebagai
darah nifas.
Hukum
Para Ulama fiqih telah mengatakan
dengan jelas bahwa bercak darah yang keluar dari wanita hamil sebelum
persalinan adalah darah rusak (darah penyakit) dan bukan darah nifas, dengan
demikian wanita tersebut tidak dikenakan hukum nifas.
Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini, yang disebabkan karena
perbedaan mereka dalam memahami makna nifas itu sendiri. Landasan pendapat para ahli fiqih ini adalah
tanda kejadian yang telah biasa terjadi, atau menggunakan kebiasaan dan
tanda-tanda dari kelahiran tersebut. Karena tidak ada nash yang menjelaskan
secara khusus mengenai hal ini.
Sebagaimana
dalam sebuah kaidah fiqih disebutkan:
العادة
محكمة
“Kebiasaan dapat dijadikan sebagai sandaran hukum.”
Begitupun dalam hal ini, bercak darah tersebut
dihukumi sebagai darah nifas jika waktunya sudah mendekati kelahiran dan
disertai dengan tanda-tanda melahirkan seperti kontraksi, pembukaan atau rasa
sakit. Namun jika tidak, maka bercak darah tersebut tidak dihukumi sebagai
darah nifas, melainkan darah rusak (darah penyakit).
Oleh karena itu, jika bercak darah tersebut keluar tanpa diikuti oleh
proses melahirkan yang sebenarnya, maka darah tersebut dihukumi sebagai darah
yang rusak. Namun, jika bercak darah yang keluar sebelum melahirkan tersebut kemudian
disertai rasa sakit dan diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya, maka
bercak darah tersebut dihukumi sebagai darah nifas.
Pengaruhnya
Dalam Shalat dan Puasa
Wanita hamil yang keluar bercak darah yang tidak bersambung dengan proses
melahirkan, hendaklah ia membersihkan darah tersebut dan wudhu ketika hendak
melakukan shalat dan ia boleh berpuasa, boleh membaca Al-Qur’an dan ibadah
lainnya sebagaimana biasanya. Karena pada asalnya ibadah adalah sebuah
kewajiban yang harus dikerjakan secara yakin dan tidak boleh ditinggalkan
kecuali dengan keyakinan juga, Yaitu benar-benar melahirkan. Jika ia menyangka
bahwa bercak tersebut adalah darah nifas, namun ternyata tidak diikuti kelahiran. Maka ia
wajib mengganti shalat yang ia tinggalkan pada hari lain setelah ia melahirkan
dan selesai dari masa nifas.
Seperti telah dijelaskan diatas, bercak darah yang keluar sebelum
melahirkan dan tidak diikuti dengan proses melahirkan yang sebenarnya atau ia
keguguran, maka darah tersebut dihukumi sebagai darah rusak atau istihadah. Sehingga
ia tetap harus melaksanakan ibadah sebagaimana wanita yang suci pada umumnya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits:
حَدِيْثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا (أَنَّ فَاطِمَةُ بِنْتُ أَبِي حُبَيْشٍ قَالَتْ
: (يَا رَسُوْلُ اللهُ إِنِّي أُسْتَحَاضُ فَلَا أَطْهُرُ أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ ؟
قَالَ : (لَا . إِنَّ ذَلِكَ عِرْقٌ ، وَلَكِنَّ دَعِيَ الصَّلَاةِ قَدْرَ الأَيَّامِ
الَّتِيْ كُنْتَ تَحِيْضِيْنَ فِيْهَا ثُمَّ اغْتَسَلِي
(رواه البخاري)
Artinya: Dari
Aisyah bahwa Fatimah binti Abi Hubaish berkata: Wahai Rasulullah aku mengalami
istihadah dan aku belum bersuci, apakah aku boleh meninggalkan shalat? Nabi
menjawab: Tidak, darah istihadoh itu darah dari otot. Tinggalkan shalat pada
hari-hari kamu biasanya mengalami haid, setelah itu mandilah dan lakukan
shalat. (HR Bukhari)
Hadits ini
menjelaskan bahwa orang yang mengalami istihadah tidak boleh meninggalkan
shalat. Begitupun dengan wanita yang mengeluarkan darah sebelum melahirkan dan
tanpa diikuti proses melahirkan yang sebenarnya, maka tetap harus melaksanakan
shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Adapun jika ia meninggalkannya karena ia
mengira bahwa darah tersebut adalah darah nifas namun ternyata tidak diikuti
dengan proses melahirkan yang sebenarnya, maka hendaklah ia menggantinya pada
hari ketika ia telah selesai masa nifas.
REFRENSI:
§
Fiqih Wanita, Dr. Ali bin Said Al-Ghamidi, hlm. 273
§
Al-Mughni, Ibnu Qudamah, hlm. 591
§
Fatwa-Fatwa
Tentang Wanita, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, jld. 1, hlm. 82
§
Mugni Muhtaj, Imam Abi Zakariya bin Syaraf
An-Nawawi, jld. 1, hlm. 158